BAB
I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling
terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak
terlepas dari peran filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat
keberadaan filsafat. Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan,
memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang
mendalam, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh
seseorang filsuf yang otentik.
Perumusan tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk memberikan suatu bimbingan tentang bagaimana cara kita harus mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran, dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk kebenaran, yaitu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan, baik sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam masyarakat.
Oleh karena itu kita perlu mempelajari filsafat hingga keakar-akarnya. Khususnya pada dasar ilmu pengetahuan, sebab manusia hidup pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda, yang kemudian dari pengalaman itu akan muncul ilmu sebagai kumpulan dari pengalaman atau pengetahuan yang ada agar terbuka wawasan pemikiran yang filosofis.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian ilmu, pengetahuan serta ilmu pengetahuan dalam bidang filsafat ?
2. Bagaimanakah struktur dasar ilmu pengetahuan dalam berfilosofis ?
3. Apakah ciri dari berfikir filosofis terhadap pengetahuan ?
4. Pokok-pokok apa sajakah yang terdapat dalam ilmu pengetahuan ?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi antara ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
2. Dapat mengetahui proses munculnya ilmu pengetahuan secara filosofis berdasarkan struktur ilmu pengetahuan.
3. Dapat memahami ciri seorang filsuf yang filosofis terhadap pengetahuan.
4. Mengetahui sumber, hakikat dan tujuan ilmu pengetahuan.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 Pengertian Definisi Pengetahuan
Secara bahasa (etimologi), pengetahuan berasal dari bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah “kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief)[1]. Menurut istilah (terminologi), pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Menurut Sidi Gazalba dalam bukunya sistematika filsafat, pekerjaan tahu adalah hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti dan pandai [2] . Sehingga pengetahuan merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk menjadi tahu.
Masalah munculnya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebab akan menimbulkan jawaban yang bervariasi paham filsafatnya, apakah jawaban itu bersifat apriori (jawaban yang belum terbukti dengan pengalaman indra maupun batin) atau aposteriori (jawaban yang telah terbukti dengan adanya pengalaman dan percobaan). Dengan demikian, Abbas Hammami berpendapat bahwa pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif [3] . Dibawah ini ada beberapa sumber dalam memperoleh pengetahuan, yaitu :
Secara bahasa (etimologi), pengetahuan berasal dari bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah “kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief)[1]. Menurut istilah (terminologi), pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Menurut Sidi Gazalba dalam bukunya sistematika filsafat, pekerjaan tahu adalah hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti dan pandai [2] . Sehingga pengetahuan merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk menjadi tahu.
Masalah munculnya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebab akan menimbulkan jawaban yang bervariasi paham filsafatnya, apakah jawaban itu bersifat apriori (jawaban yang belum terbukti dengan pengalaman indra maupun batin) atau aposteriori (jawaban yang telah terbukti dengan adanya pengalaman dan percobaan). Dengan demikian, Abbas Hammami berpendapat bahwa pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif [3] . Dibawah ini ada beberapa sumber dalam memperoleh pengetahuan, yaitu :
1. Pengalaman indera (sense experience)
Pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan, karena pengetahuan berawal mula dari kenyataan yang dapat diinderai. Paham seperti ini dapat juga disebut dengan realisme, yaitu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah kenyataan saja.
2. Nalar (reason)
penalaran (reason) yaitu berfikir dengan menggabungkan beberapa pemikiran yang dianggap dapat diterima (rasional) untuk memperoleh pengetahuan.
3. Otoritas (authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan karena dengan hak otoritas seseorang, kelompok memiliki pengetahuan, dan pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tidak diujikan lagi kebenarannya, karena kewibawaan sang penguasa.
4. Intuisi (intuition)
Intuisi adalah suatu kemampuan manusia melalui proses kejiwaan yang mampu membuat suatu pernyataan yang dapat diakui sebagai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi ini tidak dapat dibuktikan melalui kanyataan, namun diyakini kuat sebagai pengetahuan.
5. Wahyu (revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan tuhan kepada utusannya untuk kepentingan umat. Yang kemudian dijadikan sebagai suatu kepercayaan karena didalamnya terdapat pengetahuan.
Bagi kelompok pragmatis [4] , seperti yang dinyatakan oleh John Dewey tidak membedakan antara pengetahuan (knowledge) dengan kebenaran (truth), jadi pengetahuan itu harus benar, dan setiap kebenaran adalah pengetahuan. Jika diambil kesimpulan dari john dewey diatas, pengetahuan itu bersifat umum, sehingga kajiannya pun sangat luas. Namun burhanuddin salam mengklasifikasikan pengetahuan itu kedalam 4 pokok bahasan [5], yaitu:
1) Pengetahuan biasa atau umum (common sense atau good sense), yaitu pengetahuan dasar yang dinilai sesuai dengan apa yang dirasakan, diketahui, dilihat (sesuai dengan fakta yang ada) yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: sesuatu dinilai atau dikatakan merah, karena memang keadaan warna yang sebenarnya adalah berwarna merah.
2) Pengetahuan ilmu (science), dapat di artikan secara sempit untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif [6], yang berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense dengan cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
3) Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang membahas suatu hal dengan lebih mendasar, luas dan mendalam.
4) Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan tentang ajaran ketuhanan, lewat utusan-NYA.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu. Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang berasal dari common sense yang kemudian di tindak lanjuti secara ranah yang lebih ilmiah, sehingga pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam dunia keilmuan. Maka dari itu filsafat ilmu tidak dapat dipisahkan dari filsafat pengetahuan .
Telah kita ketahui bersama bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang fisik. Namun pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi, baik lewat indra maupun akal, sebab pengetahuan adalah kepandaian dari segala sesuatu yang diketahui [7]. Sedangkan Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat keilmuan, dan dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah. Sehingga ada syarat-ayarat tertentu bagi suatu ilmu atau pengetahuan untuk bisa dikatakan sebagai suatu pengetahuan ilmiah. Adapun syarat-syaratnya antara lain adalah sebagai berikut[8] :
a) Harus memiliki objek tertentu (formal dan material).
b) Harus mempunyai sistem (harus runtut atau berkaitan).
c) Harus memiliki metode (deduksi, induksi atau analisis).
Menurut surajiyo dalam bukunya ilmu filsafat suatu pengantar, menjelaskan suatu ilmu atau pengetahuan ilmiah memiliki sifat atau ciri sebagai berikut :
a) Empiris. Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
b) Sistematis. Berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan (berkaitan) dan teratur.
c) Objektif. Ilmu yang berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi (harus sesuai keadaan objek).
d) Analitis. Pengetahuan ilmiah berusaha membedakan pokok persoalannya kedalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian tersebut.
e) Verivikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.
Sedangkan menurut poedjawijatno sifat ilmiah itu adalah sebagai berikut :
a) Bermetode
b) berobjektivitas (memiliki objek)
c) universal (menyeluruh, umum)
d) bersistem
2.2 Pengertian Definisi Ilmu
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense [9]. Sehingga definisi ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi kebenarannya [10]. Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya”.
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi pada hakikatnya merupakan suatu kajian Filosofis yang bermaksud mengkaji masalah umum secara menyeluruh dan mendasar untuk menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Membahas Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan dapat diuji kebenarannya?, manakah ruang lingkup dan batasan-batasan kemampuan manusia untuk mengetahui?, serta membahas pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari adanya pengetahuan dan memberi pertanggung jawaban secara rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Sehingga epistemologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat :
a) Evaluative, yaitu menilai apakah teori yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan secara nalar atau tidak.
b) Normative, yaitu menentukan tolok ukur kebenaran atau norma dalam bernalar.
c) Kritis, yaitu menguji penalaran cara dan hasil dari pelbagai akal (kognitif) manusia untuk dapat ditarik kesimpulan.
Adapun cara kerja metode pendekatan epistemologi adalah dengan cara bagaimana objek kajian itu didekati atau dipelajari. Cirinya adalah dengan adanya berbagai macam pertanyaan yang diajukan secara umum dan mendasar dan upaya menjawab pertanyaan yang diberikan dengan mengusik pandangan dan pendapat umum yang sudah mapan. Dengan tujuan agar manusia bisa lebih bertanggung jawab terhadap jawaban dan pandangan atau pendapatnya dan tidak menerima begitu saja pandangan dan pendapat secara umum yang diberikan.
Berdasarkan cara kerja atau metode yang digunakan, maka epistemologi dibagi menjadi beberapa macam. Berdasarkan titik tolak pendekatannya secara umum, epistemologi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Epistemologi metafisis
Epistemologi metafisis adalah pemikiran atau pengandaian yang berasal dari paham tertentu dari suatu kenyataan lalu berusaha bagaimana cara mengetahui kenyataan itu. Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya menyibukkan diri dalam mendapatkan uraian dari masalah yang dihadapi tanpa adanya pertanyaan dan tindakan untuk menguji kebenarannya.
2. Epistemologi skeptis
Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih dahulu dari apa yang kita ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi sebelum menerimanya sebagai pengetahuan. Kelemahan dari pendekatan ini adalah sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan.
3. Epistemologi kritis
Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan Epistemologi manapun, hanya saja mencoba menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi, prosedur dan pemikiran, baik pemikiran secara akal maupun pemikiran secara ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan alasan yang rasional untuk memutuskan apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai struktur dalam menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts, and generalization, yang berarti struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi. Dengan keterkaitan tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu tersebut. sementara itu, definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metode penelitian yang akan membantu untuk memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantarkan kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu, yaitu :
1. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan lingkungan (boundary) yang dimilikinya. Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit (berupa fakta) sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta maka semakin spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin abstrak karena lebih bersifat umum.
2. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Terkadang, “pengetahuan” dan “ilmu” disama artikan, bahkan terkadang dijadikan kalimat majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua kata tersebut dipisahkan, akan mempunyai arti sendiri dan akan tampak perbedaannya.
Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya, “pengetahuan” di ambil dari bahasa inggris yaitu knowledge, sedangakan “ilmu” dari kata science dan peralihan dari kata arab ilm atau ‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata jadian ilmu berarti juga pengetahuan. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara pengetahuan dan ilmu mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya (kata pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science) adalah pengetahuan yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The Principles Of Scientific Research memberi batasan definisi ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik dimasa lampau, sekarang, dan kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan manusia untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya sendiri [11], sedangkan menurut Carles Siregar, ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan [12].
Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan sebab beberapa sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Dalam hal ini randall mengemukakan beberapa ciri umum dari pada ilmu [13] , diantaranya:
1. Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada ilmu yang telah lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi penemuan ilmu yang baru.
2. Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan terjadinya kekeliruan dan memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu diketahui, seandainya terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka itu bukanlah kesalahan pada metodenya, melainkan dari segi manusianya dalam menggunakan metode itu.
3. Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur pemahaman secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh penemunya, melainkan harus sesuai dengan fakta keadaan asli benda tersebut.
Prof. Drs .Harsojo menambahi, bahwa ciri umum suatu ilmu itu harus memiliki atau bersifat:
1. Bersifat rasional (masuk akal)
2. Bersifat empiris (sesuai kenyataan)
3. Bersifat umum (tidak boleh dimonopoli)
4. Bersifat akumulatif
2.3 Munculnya Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan muncul dari rasa ingin tahu yang merupakan sifat dan ciri khas manusia. Pengetahuan dapat dikembangkan oleh manusia karena ada 2 alasan yang mendasar, yaitu :
a) Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan jalan pikirannya yang melatar belakangi munculnya ilmu pengetahuan.
b) Manusia mempunyai kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Dalam ruang lingkup filsafat, ilmu pengetahuan diketahui dari adanya beberapa aliran pemikiran, diantaranya :
1) Empirisme
Empirisme berasal dari bahasa yunani, empeirikos yang artinya “pengalaman”. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuannya lewat pengalaman. Yang dimaksud pengalaman disini adalah pengalaman indrawi (sense experience). Namun aliran seperti ini banyak kelemehannya, diantarnya :
a) Indera yang terbatas. Contoh : penglihatan terhadap benda yang jauh.
b) Indera yang menipu. Contoh : penderita malaria merasakan gula terasa pahit dll.
c) Objek yang menipu. Contoh : fatamorgana dan ilusi.
2) Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan, dengan cara manusia menangkap objek lalu diukur kebenarannya dengan akal. Dengan aliran ini, kesalahan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi dengan akal yang sehat. Namun dengan adanya alat indera, menjadikan akal terangsang untuk berfungsi dengan maksimal.
Adapun cara yang digunakan akal dalam menyusun pengetahuan adalah dengan melakukan penalaran atau mengolah konsep-konsep rasional yang universal yang sudah mapan. Kelemahan dari aliran ini adalah tidak dapat melakukan evaluasi kebenaran dari penalaran ini, sebab penalaran itu bersifat abstrak. Contoh, ide yang menurut seseorang baik belum tentu dianggap baik oleh orang lain.
3) Kritisisme
Aliran ini merupakan penyempurna dan penyelesaian dari pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Aliran ini dikemukakan oleh Immanuel kant dengan metode kritisismenya. Aliran ini menggunakan pengalaman sebagai pengumpul data, akal sebagai pengolah data atau konsep dengan dikuatkan oleh pengadaan eksperimen dan memasukkan ukuran-ukuran batasan tertentu. sehingga muncul 3 pengetahuan baru dalam aliran pemikiran ini, yaitu :
a) Pengetahuan analitis, yaitu pengetahuan yang memerlukan perhitungan analisis terhadap objek. contoh, adanya peritungan bahwa lingkaran itu bulat.
b) Pengetahuan sintetis aposteriori, yaitu pengetahuan yang dihubungkan dengan pengalaman indrawi. Misalnya pada kalimat “hari ini sudah turun hujan” merupakan suatu hasil observasi indrawi terhadap hujan yang telah turun.
c) Pengetahuan sintetis apriori, yaitu pengetahuan yang memadukan antara akal dengan pengalaman indrawi. Misalnya Ilmu pasti (sains), ilmu pesawat, ilmu alam, dll.
Dari ke-3 aliran diatas, semuanya bersandar pada hakikat pengetahuan yang tidak terlepas darinya, yaitu hakikat dari realisme dan idealisme.
Realisme adalah hakikat pengetahuan yang menggaris-bawahi bahwa pengetahuan akan bernilai benar jika sesuai dengan fakta atau keadaan yang sebenarnnya (kenyataan). Sedangkan idealisme memberikan gambaran bahwasannya pengetahuan tidaklah menggambarkan hakikat kebenaran, karena pengetahuan hanyalah pendapat atau penglihatan orang yang mengetahuinya (subjek). Dalam dunia filsafat, pengembangan ilmu pengetahuan itu dilandasi oleh 3 buah sistematika atau pendekatan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, diantaranya yaitu :
a) Ontologi, teori yang membahas atau mendefinisikan (apa) “keberadaan” sesuatu benda, atau ilmu secara empiris. Sehingga menghasilkan realitas, misalnya; apakah alam semesta itu?, apa yang dimaksud makhluk hidup? dll.
b) Epistemologi, teori yang mengkaji tentang pengetahuan. Epistemologi membahas “bagaimana” pengetahuan itu bisa lahir atau bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu, sehingga akan menghasilkan suatu metode ilmu yang nantinya akan melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan (sains) seperti yang dikenal sekarang.
c) Aksiologi, teori yang membahas ”mengapa/ untuk apa” adanya ilmu atau suatu benda, sehingga menghasilkan tujuan dan nilai (yang didalamnya terkandung norma sosial, dasar berpikir/ bernalar, landasan hidup dan guna dari pengetahuan tersebut, dll).
2.4 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan ilmu yang bidang kajiannya umum dan sangatlah luas, sehingga perlu adanya batasan atau ruang lingkup dalam kajiannya dengan tujuan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan bidang kajiannya sesuai dengan kelompok yang sesuai, sehingga akan lebih mudah dalam mempelajari dan memahaminya.
Karena filsafat ilmu pengetahuan ini pada hakikatnya mempelajari bagaimana proses terbentuknya sesuatu (ilmu pengetahuan), maka secara garis besar kajiannya mencakup objek dan sudut pandang yang terjadi dalam proses tersebut.
2.4.1 Objek
Didunia ini banyak sekali lapangan pengetahuan yang masing-masing mempunyai ilmu pengetahuan tersendiri, seperti contoh ilmu alam, ilmu sosiologi, ilmu hayat, ilmu bumi, ilmu exact dll. Selain itu mungkin ada 2 atau lebih ilmu pengetahuan yang objek kajiannya sama namun ada pada dalam ilmu kajian yang berbeda, seperti ilmu kedokteran, ilmu jiwa, ilmu sosiologi, ilmu mendidik/ pendidikan dsb, semua objek kajiannya adalah manusia. Selain itu pula, ada ilmu antropologi, ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu alam/ sains dsb, juga objek kajiannya adalah manusia. Lalu apa yang membedakan pelbagai ilmu pengetahuan tersebut?. Maka secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa objek kajian ilmu pengetahuan adalah alam, manusia dan juga semua yang ada dan yang mungkin ada. Objek itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Objek material, yaitu objek jika dilihat keseluruhan. Contoh: manusia, minyak tanah, dokter (dalam keseluruhan dan belum mendapat perlakuan)
b) Objek formal (sudut pandang), yaitu objek jika dipandang menurut suatu aspek atau sudut tertentu saja dan yang telah diberi perlakuan (sebagai terapaan). Contoh: kedokteran untuk orang yang sakit, arca yang merupakan kumpulan dari batu yang dibentuk, dll.
2.4.2 Sudut Pandang
Mengapa sudut pandang begitu penting? Sesungguhnya manusia itu terbatas, dari berbagai benda yang ada, ia hanya bisa melihat satu sudut saja, sebaliknya satu objek benda dapat dipandang dari berbagai sudut. Misalnya minyak tanah jika dilihat dari susunannya, maka terjadilah ilmu kimia. Jika dilihat dari tempat terbentuknya, akan jadi ilmu geologi, dsb.
2.5 Perbedaan Filsafat Pengetahuan dengan Ilmu
Berbicara perbedaan antar ilmu filsafat dengan ilmu yang lain, dapat kita lihat dari beberapa aspek, yaitu [14] :
Aspek Ilmu Filsafat :
1 lahan pembahasan Bersifat luas dan menyeluruh, tidak membatasi pembahasan.
2 Tujuan Mencari tahu asal-asul, hubungan dan proses interaksi antara manusia dengan alam.
3 Cara pembahasan Menggunakan akal pikiran.
4 kesimpulan Tidak memberikan kesimpulan atau keyakinan yang mutlak.
Ilmu Pengetahuan:
1.Bersifat sempit dan membatasi pembahasan/ penyelidikan.
2.Hanya meneliti sifat-sifat alam dan kejadian didalamnya saja.
3.Menggunakan panca indera dan percobaan-percobaan.
4.Memberikan kepastian dengan didasari penglihatan dan percobaan yang dikemas melalui rumusan penelitian.
2.6 Berpikir Filosofis
Berfikir kefilsafatan atau filosofis memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dengan ilmu yang lain. Berikut ini beberapa ciri berfikir filosofis menurut ali mudhofir dalam bukunya “pengenalan filsafat” [15], yaitu :
1. Radikal, artinya berfikir sampai pada substansinya atau akar-akarnya yang terpenting.
2. Universal, artinya bersifat menyeluruh menyangkut pengalaman umum manusia.
3. Konseptual, artinya merupakan hasil dari pengalaman (konsep) manusia.
4. Koheren (sesuai kaidah berfikir logis) dan konsisten (bernilai benar, tidak kontradiksi).
5. Sistematik, artinya berkaitan atau saling berhubungan secara teratur dalam sistematika dan mengandung tujuan tertentu.
6. Komprehensif, artinya bersifat menjelaskan secara menyeluruh.
7. Bebas, artinya berupa hasil pemikiran yang bebas tanpa adanya keterikatan
8. Bertanggung jawab, artinya seorang filsuf harus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya.
Selain mempunyai ciri diatas, bagi seorang filsuf harus memiliki 5 prinsip penting dalam berfilsafat [16] , yaitu :
1. Tidak boleh merasa paling tahu dan paling benar sendiri (congkak).
2. Memiliki sikap mental, kesetiaan dan jujur terhadap kebenaran.
3. Bersungguh-sungguh dalam berfilsafat serta berusaha dalam mencari jawabannya.
4. Latihan memecahkan persoalan filsafati dan bersikap intelektual secara tertulis maupun lisan.
5. Bersikap terbuka.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengetahuan merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk menjadi tahu, sedangkan ilmu dapat diartikan sebagai suatu metode berfikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, sehingga ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi kebenarannya.
Adapun munculnya ilmu pengetahuan secara filosofi, dapat digambarkan dengan adanya struktur ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu:
1) Fakta (realita dari common sense) dan konsep (rencana dasar).
2) Generalisasi (proses dari berfikir untuk mendapatkan pendapat yang global) dan teori (pedoman dasar).
3) Proposisi (rancangan usulan) dan asumsi (praduga atau anggapan sementara).
4) Definisi/ batasan atau ketentuan pengertian.
5) Paradigma (bentuk kasus serta pemecahannya atau pandangan ilmu pengetahuan).
Struktur ilmu pengetahuan diatas, terbentuk dengan diawali oleh common sense yang kemudian diolah dengan kaidah dan metode ilmiah serta berlandaskan ontology, epistemology dan axiology, sehingga menjadikannya sebagai filsafat ilmu pengetahuan.
Sedangkan bagi seorang filsuf hendaknya mempunyai ciri dalam berfilosofis terhadap ilmu pengetahuan, diantaranya dengan memiliki ciri sebagai berikut:
1. Radikal 5. Universal
2. Konseptual 6. Koheren
3. Sistematik 7. Komprehensif
4. Bebas 8. Bertanggung jawab
Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam serta memiliki bidang kajian yang sangat luas dibanding ilmu yang lain yang semuanya itu untuk mendalami dan memahami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat mengetahui dan memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu tersebut.
Adapun sumber dari pengetahuan berasal dari: pengalaman indera (commen sense), nalar, otoritas, intuisi dan wahyu. Sedangkan hakikat ilmu pengetahuan adalah mempelajari bagaimana proses terbentuknya sesuatu (ilmu pengetahuan) dengan dasar realisme dan idealisme yang bertujuan meneliti sifat-sifat alam dan kejadian secara sistematis dan metodologis untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan bidang kajiannya sesuai dengan kelompok yang sesuai, sehingga akan lebih mudah dalam mempelajari dan memahaminya.
Pengetahuan merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk menjadi tahu, sedangkan ilmu dapat diartikan sebagai suatu metode berfikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, sehingga ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi kebenarannya.
Adapun munculnya ilmu pengetahuan secara filosofi, dapat digambarkan dengan adanya struktur ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu:
1) Fakta (realita dari common sense) dan konsep (rencana dasar).
2) Generalisasi (proses dari berfikir untuk mendapatkan pendapat yang global) dan teori (pedoman dasar).
3) Proposisi (rancangan usulan) dan asumsi (praduga atau anggapan sementara).
4) Definisi/ batasan atau ketentuan pengertian.
5) Paradigma (bentuk kasus serta pemecahannya atau pandangan ilmu pengetahuan).
Struktur ilmu pengetahuan diatas, terbentuk dengan diawali oleh common sense yang kemudian diolah dengan kaidah dan metode ilmiah serta berlandaskan ontology, epistemology dan axiology, sehingga menjadikannya sebagai filsafat ilmu pengetahuan.
Sedangkan bagi seorang filsuf hendaknya mempunyai ciri dalam berfilosofis terhadap ilmu pengetahuan, diantaranya dengan memiliki ciri sebagai berikut:
1. Radikal 5. Universal
2. Konseptual 6. Koheren
3. Sistematik 7. Komprehensif
4. Bebas 8. Bertanggung jawab
Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam serta memiliki bidang kajian yang sangat luas dibanding ilmu yang lain yang semuanya itu untuk mendalami dan memahami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat mengetahui dan memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu tersebut.
Adapun sumber dari pengetahuan berasal dari: pengalaman indera (commen sense), nalar, otoritas, intuisi dan wahyu. Sedangkan hakikat ilmu pengetahuan adalah mempelajari bagaimana proses terbentuknya sesuatu (ilmu pengetahuan) dengan dasar realisme dan idealisme yang bertujuan meneliti sifat-sifat alam dan kejadian secara sistematis dan metodologis untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan bidang kajiannya sesuai dengan kelompok yang sesuai, sehingga akan lebih mudah dalam mempelajari dan memahaminya.
Daftar
Pustaka
Bakhtiar, Amsal .2004. Filsafat Ilmu (edisi revisi). PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat ; Suatu Pengantar. Bumi Aksara: Jakarta
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Balai Pustaka: Jakarta.
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Bumi Aksara : Jakarta.
AM, Suhar. 2009. Filsafat Umum; Konsepsi, Sejarah dan Aliran. GP Press : Jakarta.
Mustansir, Rizal, dkk. 2007. Filsafat Ilmu. pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Gazalba, Sidi.1992.Sistematika Filsafat, Cet.1. Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar