Jumat, 16 Mei 2014

Makalah Retorika

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini, ada sebuah tehnik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen, yang disebut retorika. Jika kita mendengar kata retorika, yang akan terlintas di benak kita mungkin tak jauh dari seni berpidato atau public speaking. Padahal retorika itu sendiri ialah seni penggunaan bahasa agar bisa berkomunikasi secara efektif. Secara teori, terdapat retorika lisan dan retorika tertulis. Namun zaman pun berkembang, dan pemahaman manusia akan retorika turut menyempit menjadi seni berbicara dalam ranah komunikasi massa. Tentu saja, retorika disini tak hanya asal sekedar berbicara. Retorika ialah seni berbicara yang berfungsi untuk penyampaian pesan dan gagasan tertentu dengan penggunaan bahasa-bahasa persuasif (pidato, debat), maupun sarana untuk menghibur khalayak ramai dengan memakai bahasa-bahasa yang ringan (mc, kepenyiaran).
Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi atau memberi motivasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan itu setua umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia mengucapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
Retorika secara umum dapat diartikan sebagai seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dan pendengar. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis. Bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas.

1.2    Tujuan dan Manfaat
1.2.1    Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, ialah untuk mengkaji mengenai penerapan retorika dalam kehidupan. Makalah ini juga disusun sebagai salah satu syarat ketuntasan pada mata kuliah Bahasa Indonesia.

1.2.2    Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1.      Dapat menambah wawasan, khususnya mengenai sejauh mana pengaruh pengaplikasian retorika dalam kehidupan.
2.      Makalah ini juga dapat dijadikan salah satu bahan acuan (referensi) pada mata kuliah Bahasa Indonesia (khususnya pembahasan mengenai pengantar retorika).  

1.3  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini ialah tentang bagaimana cara penggunaan atau pengaplikasian retorika dalam pidato.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Retorika     
2.1.1   Arti Retorika
Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika moderen mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika moderen adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek? Dalam konteks ini sebuah pepatah Cina mengatakan, “Orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara.”
Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan mempelajari dan mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina) dan dengan melakukan latihan yang teratur (exercitium). Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahan (res) dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa.

2.1.2   Retorika, Dialektika dan Elocutio
Ilmu retorika juga mempunyai hubungan yang erat dengan dialektika yang sudah dikembangkan sejak zaman Yunani kuno. Dialektika adalah metode untuk mencari kebenaran lewat diskusi dan debat. Melalui dialektika orang dapat mengenal dan menyelami suatu masalah (intellectio), mengumumkan argumentasi (inventio) dan menyusun jalan pikiran secara logis (dispositio). Retorika mempunyai hubungan dengan dialektika karena debat dan diskusi juga merupakan bagian dari ilmu retorika.
Elocutio berarti kelancaran berbicara. Dalam retorika kelancaran berbicara sangat ditunut. Elocutio menjadi prasyarat kepandaian berbicara. Oleh karena itu retorika juga berhubungan erat dengan elocutio.

2.2  Pembagian Retorika
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (linguistik), khususnya ilmu bina bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup:
1.      Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni berbicara secara monoton, dimana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah dan deklamasi.
2.      Dialogika
Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.
3.      Pembinaan Teknik Berbicara
Efektifitas menologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian ini perhatian lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.

2.3  Sejarah Perkembangan Retorika
Pada tahun 467 sebelum Masehi, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios menerbitkan sebuah buku yang pertama tentang Retorika. Tetapi retorika, sebagai seni dan kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah jauh lebih dahulu. Misalnya dalam kesusastraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias dan Odyssee menulis pidato panjang. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir, India dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari sebelumnya.
Secara sistematis ilmu retorika memang pertama-tama dikembangkan di Yunani. Pembeberan sistematis yang pertama mengenai kepandaian berbicara dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama: Techne rhetorike, yang berarti ilmu tentang seni berbicara.

1.      Zaman Yunani Kuno
Pada mulanya para ahli pidato di Yunani hanya berbicara di dalam ruangan pengadilan. Tetapi sesudah memperhatikan bahwa kepandaian berbicara berguna untuk memimpin negara, maka orang mulai menyusunnya dan disebut retorika, sehingga mudah dipelajari. Usaha ini dijalankan pertama-tama di daerah koloni Yunani di Sisilia, di mana kekuasaan tirani mulai punah dan kebebasan berbicara mulai dijunjung tinggi. Usaha yang sama segera dikembangkan di Kota Athena dan di seluruh kerajaan Yunani. Sejak abad ke-5 mulai didirikan sekolah-sekolah retorika di dalam wilayah-wilayah yang berkebudayaan helenistis. Dengan itu retorika menjadi salah satu bidang ilmu yang diajarkan kepada generasi muda yang dipersiapkan untuk memimpin negara. Retorika dalam abad-abad ini menjadi salah satu bidang ilmu yang menyaingi filsafat. Ia menjadi kesenian untuk membina dan memimpin manusia.
Setelah Yunani dikuasai bangsa Makedonia dan Romawi, maka berakhirlah masa kejayaan ilmu retorika Yunani kuno. Retorika hanyamasih merupakan ilmu yang dipelajari di bangku-bangku sekolah.

2.      Zaman Romawi Kuno
Setelah kerajaan Romawi menguasai Yunani, terjadilah kontak antara kaum cendekiawan Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi mempelajari kebudayaan bangsa Yunani, terutama ilmu kepandaian berbicara yang tengah berkembang di Yunani. Oleh karena itu pelajaran tentang ilmu retorika mulai diberikan di sekolah-sekolah. Apabila ada murid yang berbakat dalam hal berpidato, maka sesudah mereka dibekali pengetahuan teoritis tentang retorika, mereka disuruh mengunjungi tempat-tempat pengadilan di mana mereka sendiri langsung menyaksikan bagaimana sebuah pidato dibawakan secara bebas oleh sorang ahli di pengadilan dan di depan publik.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengaruh para retor dari Yunani yang hidup dan bekerja di kota Roma menjadi sangat besar di antara kaum muda yang ingin mempelajari ilmu retorika. Hal ini mencemaskan golongan konservatif di kota Roma. Mereka berpendapat bahwa orang-orang Yunani dapat mempengaruhi dan memperlemah pendidikan dan mental kaum muda. Oleh karena itu di bawah pemerintahan Konsulat Fannius dan Messala (161), senat mengeluarkan satu keputusan untuk mengusir semua ahli filsafat dan retorika yang berkebangsaan Yunani dari kota Roma.

3.      Abad Pertengahan
Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memeiliki kemampuan untuk menyampaikan kebenaran. St.Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman Tuhan. “Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa mereka”(Al-qur’an 4:63). Ia seorang pembicara yang fasih dengan kata-kata singkat yang mengandung maknapadat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinang air matanya.

4.      Zaman Modern
Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral comucation atau speech comunication diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatangm ilmu ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr.Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap prestasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu.

2.4  Contoh Penerapan Retorika
2.4.1  Pidato
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak, umumnya bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, memberi suatu pemahaman atau informasi, serta  menghibur orang lain.


A. Jenis-Jenis Pidato
Ada empat macam atau jenis metode untuk membawakan sebuah pidato, yaitu seperti di bawah ini.
1.      Metode Naskah (Manuskrip)
Dalam pidato resmi sering kita lihat pembicara membaca naskah yang sudah di siapkan sebelumnya. Entah siapa yang menyiapkan naskah itu, apakah si pembicara sendiri atau orang lain tidak menjadi soal. Yang jelas apabila pembicara membaca naskah dalam berpidato, berarti ia menggunakan metode naskah.
Metode naskah ini memang sering digunakan dalam pidato resmi, terutama pidato yang disiarkan melalui radio atau televisi. Pembicara memakai metode naskah agaknya mempunyai alasan, yaitu agar tidak keliru, sebab setiap kata yang diucapkan oleh pejabat dalam situasi resmi akan disebabkan oleh wartawan dan akan dipakai sebagai panutan oleh orang banyak. Selain itu naskah pidato itu akan disimpan sebagai dokumen atau arsip.

2.      Metode Menghafal (Memoriter)
Metode ini merupakan lanjutan dari metode naskah. Naskah yang sudah disiapkan sebelumnya bukan sekedar dibaca saja melainkan dihafalkan seluruhnya kata demi kata. Dalam pelaksanaan pidato, pembicara tinggal menyuarakan naskah yang telah dihafalkan persis seperti naskah aslinya. Agaknya metode ini hanya bisa digunakan untuk pidato yang pendek saja.

3.      Metode Spontanitas (Improptu)
Pembicara yang menggunakan metode ini tidak menggunakan persiapan lebih dahulu. Pembicara tidak menyiapkan naskah, tidak membaca naskah, dan juga tidak perlu menghafalkan naskah. Bahkan menulis pokok-pokok isi pidato, atau menganganangan saja tidak. Jadi pembicara berpidato benar-benar spontanitas.

4.      Metode Penjabaran Kerangka (Ekstemporan)
Sebelum berpidato, sang pembicara harus menyiapkan garis-garis besar isi pidato dengan cara menuliskan hal-hal yang dianggap penting. Penulisan isi pidato itu tidak perlu utuh, tetapi cukup menuliskan pokok-pokok pembicaraan atau kerangkanya saja.

B.  Persiapan Pidato
1.      Menentukan Topik da Tujuan Pidato
Tujuan pidato harus jelas apakah memberi tahu, menghibur atau mengajak. Selain itu juga dirumuskan dengan jelas tujuan khususnya, yaitu tanggapan apa yang diharapkan dari pendengar setelah pidato itu selesai.

2.      Memilih dan Menyempitkan pokok
Kadang-kadang pokok persoalan sudah ditentukan oleh panitia sebelumnya, kadang-kadang pembicara diberi kebebasan untuk memilih pokok persoalan. Namun apakah pokok persoalan itu sudah ditentukan atau belum, pembicara berkewajiban menyempitkan pokok persoalan ini, disesuaikan dengan kesanggupannya, atau kemampuannya, minatnya dan waktu yang tersedia.

3.      Menganalisis pendengar dan waktu yang tersedia
Pembicara harus berusaha mengetahui siapa yang akan menjadi pendengarnya. Jumlah mereka banyak atau sedikit, mereka umumnya tergolong terpelajar atau tidak, bagaimana suasana pidato nanti, semuanya itu harus diperhitungkan agar pidatonya bisa berhasil.

4.      Mengumpulkan Bahan
Pembicara dapat mengumpulkan bahan yang sesuai dengan pokok masalah yang akan disampaikan melalui banyak cara.

5.      Membuat Kerangka atau Outline
Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan itu lalu disusun pokok-pokok yang akan dibicarakan menurut urutan yang baik. Di bawah pokok-pokok utama diadakan perincian lebih jauh, dengan pengertian bahwa bagian-bagian yang terperinci itu harus mempelajari pokok-pokok utama tadi.

6.      Menguraikan Secara Mendetail
Setelah kerangka selesai disusun, maka pembicara bebas memilih, yaitu berbicara bebas dengan sekali-sekali melihat kerangka (ekstemporan), atau menggarap pidato itu secara lengkap kata demi kata.

7.      Melatih dengan Suara Nyaring
Setelah persiapan selesai, pembicara sudah bisa mulai latihan berpidato dengan suara keras seperti yang akan dilakukan dalam pidato yang sesungguhnya.

2.4.2  Diskusi
A.    Pengertian Diskusi
Kata diskusi berasal dari bahasa Latin “discutio” atau “discusum” yang artinya sama dengan bertukar pikiran. Dalam bahasa Inggris dipergunakan kata “discussion” yang berarti perundingan atau pembicaraan.
Secara istilah diskusi berarti perundingan untuk bertukar pikiran tentang suatu masalah, yaitu ingin memahami suatu masalah, menemukan sebab, dan mencari jalan keluar atau pemecahannya. Dalam pelaksanaannya, diskusi dapat dilakukan oleh dua tiga orang, namun dapat juga oleh puluhan bahkan ratusan orang.
Pada hakekatnya diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu diskusi merupakan kegiatan kerja sama atau aktivitas koordinasi yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.
Kelompok diskusi berlangsung apabila orang-orang yang berminat dalam suatu masalah khusus berkumpul mendiskusikan suatu hal dengan sengaja, dengan harapan agar sampai pada suatu penyelesaian. Perlu disadari benar bahwa bagi diskusi yang efektif, istilah kelompok harus mengandung makna yang lebih dari hanya sekedar kumpulan pribadi-pribadi saja. Suatu kelompok adalah suatu keseluruhan yang dinamis dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat para anggotanya.
Dalam diskusi selalu diwarnai tanya jawab antar peserta. Hal ini memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta untuk menyampaikan pendapat, menambahkan contoh dan keterangan, menolak suatu gagasan, memberi saran dan tanggapan, dan partisipasi aktif lainnya. Di pihak lain peserta juga dapat memperoleh informasi lengkap dan terperinci mengenal masalah yang sedang didiskusikan. Dengan demikian kesimpulan sebuah diskusi merupakan hasil pemikiran bersama. Terdapat berbagai macam model diskusi, anatar lain :
1. Diskusi Meja Bundar;
2. Diskusi Berkelompok-kelompok;
3. Diskusi Panel;
4. Seminar;
5. Konferensi;
6. Workshop/Lokakarya;
7. Simposium;
8. Kolokium;
9. Debat.

B.     Manfaat Diskusi
Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa dewasa ini diskusi sudah dilaksanakan secara meluas baik di sekolah yang dilakukan oleh pelajar, di kampus oleh mahasiswa dan dosen, di kantor oleh para pejabat, maupun di tengah-tengah masyarakat oleh para anggota masyarakat.
Penggunaan diskusi yang lebih meluas dan frekuensinya yang selalu meningkat itu tentu didukung oleh besarnya peranan yang dimainkan oleh diskusi. Adapun manfaat diskusi antara lain sebagai berikut :
1.      Dalam diskusi sering peserta diskusi dapat memecahkan atau mencarikan jalan keluar persoalan yang rumit, yang tidak dapat diatasi oleh orang perseorangan.
2.      Dalam diskusi sering peserta diskusi dapat menetapkan suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu.
3.      Dalam diskusi peserta dapat menerima sesuatu yang tidak mungkin dapat diterima hanya dengan membaca atau mendengarkan ceramah saja. Dalam diskusi peserta dapat belajar dari peserta lain mengenai pengalaman, cara berfikir, pusat perhatian dan lain-lain. Baik tidaknya gagasan yang disampaikan oleh peserta dapat dinilai oleh peserta lain. Sebaliknya, perserta yang sudah menyampaikan gagasannya juga dapat ganti menilai gagasan peserta lain.
4.      Dalam diskusi peserta dapat melihat dengan jelas gagasan mana atau rencana-rencana yang mana yang terbaik yang dimiliki oleh kelompok bersama. Hal ini tentu amat penting artinya, karena ada gagasan yang baik, tetapi hanya milik seorang pribadi.
5.      Dalam diskusi, peserta yang kurang pengalaman dapat belajar mengungkapkan pendapat secara langsung dan dapat berlajar menanggapi gagasan orang lain secara langsung pula. Hal ini tentu amat penting artinya, karena banyak orang yang sebenarnya mempunyai gagasan baik, tetapi tidak dapat atau tidak berani mengungkapkannya.
6.      Bila diskusi itu dilaksanakan sebagai salah satu metode belajar, tentu banyak mempunyai keunggulan dibandingkan dengan belajar mandiri. Peserta diskusi dalam waktu yang relatif singkat dapat memperoleh sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan mungkin juga sikap mental yang dikehendaki.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun benang merah yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah bahwa kepandaian berbicara ternyata dapat dipelajari. Setiap manusia memiliki bakat dasar untuk berbicara. Ribuan ahli pidato yang berhasil hanya karena melakukan latihan yang teratur dan tekun. Mereka tidak mundur setapak pun, ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam latihan.

3.2  Saran
Adapun saran yang dapat penulis kemukakan sehubungan dengan materi yang dibahas dalam makalah ini yaitu :
1.      Bagi para pembaca, agar kiranya dapat lebih mengerti dan memahami fungsi serta penerapan retorika dalam suatu forum diskusi, debat dan pidato;
2.      Bagi para pembaca khususnya rekan-rekan mahasiswa agar dapat menerapkan ilmu retorika dalam setiap kegiatannya.
                                                                                   






Tidak ada komentar:

Posting Komentar