BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era
globalisasi sekarang ini, ada sebuah tehnik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan
melalui karakter pembicara, emosional atau argumen, yang disebut retorika. Jika
kita mendengar kata retorika, yang akan terlintas di benak kita mungkin tak
jauh dari seni berpidato atau public speaking.
Padahal retorika itu sendiri ialah seni penggunaan bahasa agar bisa
berkomunikasi secara efektif. Secara teori, terdapat retorika lisan dan
retorika tertulis. Namun zaman pun berkembang, dan pemahaman manusia akan
retorika turut menyempit menjadi seni berbicara dalam ranah komunikasi massa.
Tentu saja, retorika disini tak hanya asal sekedar berbicara. Retorika ialah
seni berbicara yang berfungsi untuk penyampaian pesan dan gagasan tertentu
dengan penggunaan bahasa-bahasa persuasif (pidato, debat), maupun sarana untuk
menghibur khalayak ramai dengan memakai bahasa-bahasa yang ringan (mc,
kepenyiaran).
Titik
tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau
kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (misalnya memberikan informasi atau memberi motivasi). Berbicara
adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan
itu setua umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika
manusia mengucapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
Retorika secara umum dapat diartikan
sebagai seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat
transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dan
pendengar. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai
konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis. Bagaimanapun,
definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan
studi di universitas.
1.2
Tujuan
dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, ialah untuk
mengkaji mengenai
penerapan retorika dalam kehidupan. Makalah ini juga disusun sebagai salah satu syarat
ketuntasan pada mata kuliah Bahasa Indonesia.
1.2.2 Manfaat
Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1.
Dapat menambah wawasan, khususnya
mengenai sejauh mana pengaruh pengaplikasian
retorika dalam kehidupan.
2.
Makalah
ini juga dapat dijadikan salah satu bahan acuan (referensi) pada mata kuliah
Bahasa Indonesia (khususnya pembahasan mengenai pengantar retorika).
1.3 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini ialah tentang bagaimana
cara penggunaan atau pengaplikasian retorika dalam pidato.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Retorika
2.1.1 Arti Retorika
Retorika
berarti kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam
(talenta) dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai
kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi
antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa
jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk
berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika
moderen mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik
pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat.
Retorika moderen adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran,
kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa
populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas
cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang tepat, benar dan
mengesankan. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan
efektif. Jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu dan
efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek? Dalam konteks
ini sebuah pepatah Cina mengatakan, “Orang yang menembak banyak, belum tentu
seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti
seorang yang pandai bicara.”
Keterampilan dan
kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan mempelajari
dan mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina) dan dengan melakukan latihan
yang teratur (exercitium). Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahan
(res) dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa.
2.1.2 Retorika, Dialektika dan Elocutio
Ilmu
retorika juga mempunyai hubungan yang erat dengan dialektika yang sudah
dikembangkan sejak zaman Yunani kuno. Dialektika adalah metode untuk mencari
kebenaran lewat diskusi dan debat. Melalui dialektika orang dapat mengenal dan
menyelami suatu masalah (intellectio), mengumumkan argumentasi (inventio) dan
menyusun jalan pikiran secara logis (dispositio). Retorika mempunyai hubungan
dengan dialektika karena debat dan diskusi juga merupakan bagian dari ilmu
retorika.
Elocutio
berarti kelancaran berbicara. Dalam retorika kelancaran berbicara sangat
ditunut. Elocutio menjadi prasyarat kepandaian berbicara. Oleh karena itu
retorika juga berhubungan erat dengan elocutio.
2.2 Pembagian Retorika
Retorika
adalah bagian dari ilmu bahasa (linguistik), khususnya ilmu bina bicara
(Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup:
1. Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni
berbicara secara monoton, dimana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk
yang tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah,
ceramah dan deklamasi.
2. Dialogika
Dialogika adalah ilmu tentang seni
berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil
bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah
diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.
3. Pembinaan
Teknik Berbicara
Efektifitas menologika dan dialogika
tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi
retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting
dalam retorika. Dalam bagian ini perhatian lebih diarahkan pada pembinaan
teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.
2.3 Sejarah Perkembangan Retorika
Pada
tahun 467 sebelum Masehi, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios menerbitkan
sebuah buku yang pertama tentang Retorika. Tetapi retorika, sebagai seni dan
kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah jauh lebih dahulu. Misalnya dalam
kesusastraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias dan Odyssee menulis pidato
panjang. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir, India dan Cina sudah mengembangkan
seni berbicara jauh hari sebelumnya.
Secara
sistematis ilmu retorika memang pertama-tama dikembangkan di Yunani. Pembeberan
sistematis yang pertama mengenai kepandaian berbicara dalam bahasa Yunani
dikenal dengan nama: Techne rhetorike, yang
berarti ilmu tentang seni berbicara.
1. Zaman
Yunani Kuno
Pada mulanya para ahli pidato di Yunani
hanya berbicara di dalam ruangan pengadilan. Tetapi sesudah memperhatikan bahwa
kepandaian berbicara berguna untuk memimpin negara, maka orang mulai
menyusunnya dan disebut retorika, sehingga mudah dipelajari. Usaha ini
dijalankan pertama-tama di daerah koloni Yunani di Sisilia, di mana kekuasaan
tirani mulai punah dan kebebasan berbicara mulai dijunjung tinggi. Usaha yang
sama segera dikembangkan di Kota Athena dan di seluruh kerajaan Yunani. Sejak
abad ke-5 mulai didirikan sekolah-sekolah retorika di dalam wilayah-wilayah
yang berkebudayaan helenistis. Dengan itu retorika menjadi salah satu bidang
ilmu yang diajarkan kepada generasi muda yang dipersiapkan untuk memimpin
negara. Retorika dalam abad-abad ini menjadi salah satu bidang ilmu yang
menyaingi filsafat. Ia menjadi kesenian untuk membina dan memimpin manusia.
Setelah Yunani dikuasai bangsa Makedonia
dan Romawi, maka berakhirlah masa kejayaan ilmu retorika Yunani kuno. Retorika
hanyamasih merupakan ilmu yang dipelajari di bangku-bangku sekolah.
2. Zaman
Romawi Kuno
Setelah kerajaan Romawi menguasai Yunani,
terjadilah kontak antara kaum cendekiawan Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi
mempelajari kebudayaan bangsa Yunani, terutama ilmu kepandaian berbicara yang
tengah berkembang di Yunani. Oleh karena itu pelajaran tentang ilmu retorika
mulai diberikan di sekolah-sekolah. Apabila ada murid yang berbakat dalam hal
berpidato, maka sesudah mereka dibekali pengetahuan teoritis tentang retorika,
mereka disuruh mengunjungi tempat-tempat pengadilan di mana mereka sendiri
langsung menyaksikan bagaimana sebuah pidato dibawakan secara bebas oleh sorang
ahli di pengadilan dan di depan publik.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengaruh
para retor dari Yunani yang hidup dan bekerja di kota Roma menjadi sangat besar
di antara kaum muda yang ingin mempelajari ilmu retorika. Hal ini mencemaskan
golongan konservatif di kota Roma. Mereka berpendapat bahwa orang-orang Yunani
dapat mempengaruhi dan memperlemah pendidikan dan mental kaum muda. Oleh karena
itu di bawah pemerintahan Konsulat Fannius dan Messala (161), senat
mengeluarkan satu keputusan untuk mengusir semua ahli filsafat dan retorika
yang berkebangsaan Yunani dari kota Roma.
3. Abad
Pertengahan
Abad pertengahan sering disebut abad
kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap
sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari
retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah
berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memeiliki
kemampuan untuk menyampaikan kebenaran. St.Agustinus, yang telah mempelajari
retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Satu abad kemudian, di Timur muncul
peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman Tuhan. “Berilah mereka nasihat
dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa
mereka”(Al-qur’an 4:63). Ia seorang pembicara yang fasih dengan kata-kata
singkat yang mengandung maknapadat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya
sering menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinang air matanya.
4. Zaman
Modern
Dewasa ini retorika sebagai public
speaking, oral comucation atau speech comunication diajarkan dan diteliti
secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatangm ilmu ini tampaknya
akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr.Charles
Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap prestasi
akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti.
Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech mendapat skor yang lebih tinggi
dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam
hasil akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu.
2.4 Contoh Penerapan Retorika
2.4.1 Pidato
Pidato adalah
suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak,
umumnya bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, memberi suatu pemahaman atau
informasi, serta menghibur orang lain.
A. Jenis-Jenis Pidato
Ada empat macam
atau jenis metode untuk membawakan sebuah pidato, yaitu seperti di bawah ini.
1. Metode
Naskah (Manuskrip)
Dalam pidato
resmi sering kita lihat pembicara membaca naskah yang sudah di siapkan
sebelumnya. Entah siapa yang menyiapkan naskah itu, apakah si pembicara sendiri
atau orang lain tidak menjadi soal. Yang jelas apabila pembicara membaca naskah
dalam berpidato, berarti ia menggunakan metode naskah.
Metode naskah
ini memang sering digunakan dalam pidato resmi, terutama pidato yang disiarkan
melalui radio atau televisi. Pembicara memakai metode naskah agaknya mempunyai
alasan, yaitu agar tidak keliru, sebab setiap kata yang diucapkan oleh pejabat
dalam situasi resmi akan disebabkan oleh wartawan dan akan dipakai sebagai
panutan oleh orang banyak. Selain itu naskah pidato itu akan disimpan sebagai
dokumen atau arsip.
2. Metode
Menghafal (Memoriter)
Metode
ini merupakan lanjutan dari metode naskah. Naskah yang sudah disiapkan
sebelumnya bukan sekedar dibaca saja melainkan dihafalkan seluruhnya kata demi
kata. Dalam pelaksanaan pidato, pembicara tinggal menyuarakan naskah yang telah
dihafalkan persis seperti naskah aslinya. Agaknya metode ini hanya bisa
digunakan untuk pidato yang pendek saja.
3.
Metode Spontanitas (Improptu)
Pembicara
yang menggunakan metode ini tidak menggunakan persiapan lebih dahulu. Pembicara
tidak menyiapkan naskah, tidak membaca naskah, dan juga tidak perlu
menghafalkan naskah. Bahkan menulis pokok-pokok isi pidato, atau menganganangan
saja tidak. Jadi pembicara berpidato benar-benar spontanitas.
4.
Metode Penjabaran Kerangka (Ekstemporan)
Sebelum
berpidato, sang pembicara harus menyiapkan garis-garis besar isi pidato dengan
cara menuliskan hal-hal yang dianggap penting. Penulisan isi pidato itu tidak
perlu utuh, tetapi cukup menuliskan pokok-pokok pembicaraan atau kerangkanya
saja.
B. Persiapan Pidato
1. Menentukan
Topik da Tujuan Pidato
Tujuan pidato
harus jelas apakah memberi tahu, menghibur atau mengajak. Selain itu juga
dirumuskan dengan jelas tujuan khususnya, yaitu tanggapan apa yang diharapkan
dari pendengar setelah pidato itu selesai.
2. Memilih
dan Menyempitkan pokok
Kadang-kadang
pokok persoalan sudah ditentukan oleh panitia sebelumnya, kadang-kadang
pembicara diberi kebebasan untuk memilih pokok persoalan. Namun apakah pokok
persoalan itu sudah ditentukan atau belum, pembicara berkewajiban menyempitkan
pokok persoalan ini, disesuaikan dengan kesanggupannya, atau kemampuannya,
minatnya dan waktu yang tersedia.
3. Menganalisis
pendengar dan waktu yang tersedia
Pembicara harus
berusaha mengetahui siapa yang akan menjadi pendengarnya. Jumlah mereka banyak
atau sedikit, mereka umumnya tergolong terpelajar atau tidak, bagaimana suasana
pidato nanti, semuanya itu harus diperhitungkan agar pidatonya bisa berhasil.
4. Mengumpulkan
Bahan
Pembicara dapat
mengumpulkan bahan yang sesuai dengan pokok masalah yang akan disampaikan
melalui banyak cara.
5. Membuat
Kerangka atau Outline
Berdasarkan
bahan-bahan yang dikumpulkan itu lalu disusun pokok-pokok yang akan dibicarakan
menurut urutan yang baik. Di bawah pokok-pokok utama diadakan perincian lebih
jauh, dengan pengertian bahwa bagian-bagian yang terperinci itu harus
mempelajari pokok-pokok utama tadi.
6. Menguraikan
Secara Mendetail
Setelah kerangka
selesai disusun, maka pembicara bebas memilih, yaitu berbicara bebas dengan
sekali-sekali melihat kerangka (ekstemporan), atau menggarap pidato itu secara
lengkap kata demi kata.
7. Melatih
dengan Suara Nyaring
Setelah
persiapan selesai, pembicara sudah bisa mulai latihan berpidato dengan suara
keras seperti yang akan dilakukan dalam pidato yang sesungguhnya.
2.4.2 Diskusi
A. Pengertian Diskusi
Kata
diskusi berasal dari bahasa Latin “discutio”
atau “discusum” yang artinya sama dengan bertukar pikiran. Dalam bahasa Inggris
dipergunakan kata “discussion” yang berarti perundingan atau pembicaraan.
Secara
istilah diskusi berarti perundingan untuk bertukar pikiran tentang suatu
masalah, yaitu ingin memahami suatu masalah, menemukan sebab, dan mencari jalan
keluar atau pemecahannya. Dalam pelaksanaannya, diskusi dapat dilakukan oleh
dua tiga orang, namun dapat juga oleh puluhan bahkan ratusan orang.
Pada
hakekatnya diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah
dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu diskusi merupakan kegiatan
kerja sama atau aktivitas koordinasi yang mengandung langkah-langkah dasar
tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.
Kelompok
diskusi berlangsung apabila orang-orang yang berminat dalam suatu masalah
khusus berkumpul mendiskusikan suatu hal dengan sengaja, dengan harapan agar
sampai pada suatu penyelesaian. Perlu disadari benar bahwa bagi diskusi yang
efektif, istilah kelompok harus mengandung makna yang lebih dari hanya sekedar kumpulan
pribadi-pribadi saja. Suatu kelompok adalah suatu keseluruhan yang dinamis
dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat para anggotanya.
Dalam
diskusi selalu diwarnai tanya jawab antar peserta. Hal ini memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta untuk menyampaikan pendapat, menambahkan contoh
dan keterangan, menolak suatu gagasan, memberi saran dan tanggapan, dan
partisipasi aktif lainnya. Di pihak lain peserta juga dapat memperoleh
informasi lengkap dan terperinci mengenal masalah yang sedang didiskusikan.
Dengan demikian kesimpulan sebuah diskusi merupakan hasil pemikiran bersama. Terdapat
berbagai macam model diskusi, anatar lain :
1. Diskusi Meja
Bundar;
2. Diskusi
Berkelompok-kelompok;
3. Diskusi
Panel;
4. Seminar;
5. Konferensi;
6.
Workshop/Lokakarya;
7. Simposium;
8. Kolokium;
9. Debat.
B. Manfaat Diskusi
Sudah
tidak dapat disangkal lagi bahwa dewasa ini diskusi sudah dilaksanakan secara
meluas baik di sekolah yang dilakukan oleh pelajar, di kampus oleh mahasiswa
dan dosen, di kantor oleh para pejabat, maupun di tengah-tengah masyarakat oleh
para anggota masyarakat.
Penggunaan
diskusi yang lebih meluas dan frekuensinya yang selalu meningkat itu tentu
didukung oleh besarnya peranan yang dimainkan oleh diskusi. Adapun manfaat
diskusi antara lain sebagai berikut :
1.
Dalam diskusi sering peserta diskusi
dapat memecahkan atau mencarikan jalan keluar persoalan yang rumit, yang tidak
dapat diatasi oleh orang perseorangan.
2.
Dalam diskusi sering peserta diskusi
dapat menetapkan suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan atau mengambil
sikap tertentu.
3.
Dalam diskusi peserta dapat menerima
sesuatu yang tidak mungkin dapat diterima hanya dengan membaca atau
mendengarkan ceramah saja. Dalam diskusi peserta dapat belajar dari peserta
lain mengenai pengalaman, cara berfikir, pusat perhatian dan lain-lain. Baik
tidaknya gagasan yang disampaikan oleh peserta dapat dinilai oleh peserta lain.
Sebaliknya, perserta yang sudah menyampaikan gagasannya juga dapat ganti menilai
gagasan peserta lain.
4.
Dalam diskusi peserta dapat melihat
dengan jelas gagasan mana atau rencana-rencana yang mana yang terbaik yang
dimiliki oleh kelompok bersama. Hal ini tentu amat penting artinya, karena ada
gagasan yang baik, tetapi hanya milik seorang pribadi.
5.
Dalam diskusi, peserta yang kurang
pengalaman dapat belajar mengungkapkan pendapat secara langsung dan dapat
berlajar menanggapi gagasan orang lain secara langsung pula. Hal ini tentu amat
penting artinya, karena banyak orang yang sebenarnya mempunyai gagasan baik,
tetapi tidak dapat atau tidak berani mengungkapkannya.
6.
Bila diskusi itu dilaksanakan sebagai
salah satu metode belajar, tentu banyak mempunyai keunggulan dibandingkan
dengan belajar mandiri. Peserta diskusi dalam waktu yang relatif singkat dapat
memperoleh sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan mungkin juga sikap mental
yang dikehendaki.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Adapun
benang merah yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah bahwa kepandaian
berbicara ternyata dapat dipelajari. Setiap manusia memiliki bakat dasar untuk
berbicara. Ribuan ahli pidato yang berhasil hanya karena melakukan latihan yang
teratur dan tekun. Mereka tidak mundur setapak pun, ketika menghadapi
kesulitan-kesulitan dalam latihan.
3.2 Saran
Adapun saran yang
dapat penulis kemukakan sehubungan dengan materi yang dibahas dalam makalah ini
yaitu :
1. Bagi para pembaca, agar kiranya dapat lebih mengerti dan
memahami fungsi serta penerapan retorika dalam suatu forum diskusi, debat dan
pidato;
2.
Bagi
para pembaca khususnya rekan-rekan mahasiswa agar dapat menerapkan ilmu
retorika dalam setiap kegiatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar